warga purbalanjar
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

15% Perajin Tahudan Tempe Kolaps

Go down

15% Perajin Tahudan Tempe Kolaps Empty 15% Perajin Tahudan Tempe Kolaps

Post  tahenk Wed Jul 25, 2012 5:04 pm

* Tak Akan Ikut Mogok Produksi

BANYUMAS - Naiknya harga kedelai impor di pasaran mengakibatkan sebagian perajin tahu dan tempe di Kabupaten Banyumas menghentikan usahanya.

Menurut Kaur Umum Desa Pliken, Kecamatan Kembaran, Sumarman, jumlah perajin tempe kini berkurang sekitar 15 persen dari total data perajin 564 orang atau sekitar 85 perajin sudah tidak berproduksi.

’’Mereka tidak mampu menjalankan usaha, karena biaya operasional yang dikeluarkan lebih besar dari omzet penjualan,’’ ujar dia.

Sumarman yang juga perajin tempe desa setempat, menambahkan perajin yang tidak berproduksi beralih menjadi buruh serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

’’Kebanyakan mereka beralih menjadi buruh pencetak bata. Mereka kemungkinan akan kembali memproduksi tempe jika harga bahan baku stabil,’’ ujar dia.

Bagi perajin yang nekat tetap bertahan karena tidak memiliki pekerjaan lain. Menyiasati kondisi itu dengan cara mengurangi ukuran. ’’Kalau tidak dikurangi ukurannya kami merugi,’’ imbuh dia.

Kebutuhan kedelai di Desa Pliken mencapai 11 ton per hari. Adapun jumlah produksi mencapai 17 ton per hari. Di desa itu hampir semua warganya menjadi perajin tempe.

Hal sama juga dialami perajin tahu Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok. Jumlah perajin terus berkurang akibat tidak mampu menutup biaya operasional.

Data di Kantor Desa Kalisari mencatat jumlah perajin mencapai 520 orang. Jumlah itu terus menuruh hingga kini menjadi 312 perajin. Kebutuhan kedelai delapan ton per hari.

’’Naiknya kedelai sangat mengancam perekonomian warga, sebab sekitar 80 persen warga di sini adalah perajin tahu,’’ kata Kades Kalisari, H Wibowo.

Diungkapkan, sebagian perajin juga kini sudah tidak berproduksi. Mereka beralih menjadi buruh di industri rumahan produksi tahu.

’’Ini menjadi fenomena yang sangat aneh. Mereka sebelumnya menjadi produsen, sekarang malah menjadi buruh produksi tahu,’’ ujar dia.

Terkait apakah perajin di Banyumas akan ikut mogok produksi seperti yang akan dilakukan oleh perajin tahu dan tempe di Jakarta? Sejumlah perajin yang masih beroperasi menyatakan tidak akan mogok produksi.

Alasannya, mereka tidak kompak dan tidak memiliki organisasi yang dapat menciptakan gagasan atau ide untuk saling bekerja sama dalam membangun kesejahteraan perajin.

’’Di sini jalan sendiri-sendiri. Tidak ada yang mengkoordinir, jadi susah untuk mogok produksi. Apalagi kalau mogok produksi kami akan rugi, karena tidak memiliki pendapatan,’’ papar perajin tahu, Slamet Riyadi (52).

Subsidi Kedelai

Sementara itu, berdasarkan pengamatan di Pasar Ajibarang, harga kedelai impor kini berkisar Rp 8.400/kg-Rp 8.500/kg. Padahal sebelumnya Rp 6.500/kilogram. Informasi yang diterima perajin, harga itu diperkirakan akan terus naik hingga mencapai harga Rp 13.000/kg.

Oleh karena itu, para perajin tempe dan tahu Banyumas berharap pemerintah pusat segera mengambil langkah tegas dengan melanjutkan program subsidi kedelai, seperti tahun 2008.

Subsidi kedelai diyakini mampu menekan harga pasar, serta meringankan beban perajin. ’’Kami harap kedelai bersubsidi kembali diprogramkan, sebab kedelai di pasaran semakin tak terkendali,’’ terang perajin Desa Tamansari, Kecamatan Karanglewas, Jatmiko.

H Wibowo juga mengemukakan, penyaluran kedelai bersubsidi kepada perajin di desanya pada tahun 2008 dapat dirasakan manfaatnya. Ini terbukti sejak ada kedelai bersubsidi perajin yang dulunya menghentikan usahanya kembali menjalankan usaha sebagai perajin tahu seperti sediakala.

’’Mereka berharap pemerintah segera menyikapi persoalan ini agar perajin di sini tidak koleps,’’ ujar dia.

Pengamat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari Unsoed Purwokerto, Agus Suroso, mengatakan pemerintah seharusnya menurunkan bea impor untuk menekan harga.

’’Selain itu, pemerintah memfungsikan Kopti di semua daerah. Peran Kopti untuk memangkas mata rantai pemasaran kedelai,’’ katanya.

Adapun kebijakan jangka panjang yang harus dilakukan adalah intensifikasi penggunaan produk lokal. (H60-17)

#suaramerdeka
tahenk
tahenk

Jumlah posting : 2009
Join date : 27.01.08
Lokasi : Jakarta Selatan

http://tahenk.multiply.com/

Kembali Ke Atas Go down

Kembali Ke Atas

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik