Beduk Keniten Bergema ke Sumatera
Halaman 1 dari 1
Beduk Keniten Bergema ke Sumatera
SELAMA ini Kabupaten Banyumas identik dengan kuliner khas seperti mendoan, getuk goreng, dan keripik. Namun sebenarnya kabupaten di kaki Gunung Slamet itu tak cuma punya mendoan, getuk, dan keripik. Ya, di sudut wilayah yang memiliki luas sekitar 1.327,60 km persegi itu terdapat desa yang namanya terkenal sampai ke Sumatera lantaran beduk yang dihasilkan warganya. Itulah Desa Keniten, Kecamatan Kedungbanteng. Sepintas kondisi desa itu tak berbeda dari desa lain. Namun jika menilik aktivitas warganya baru terlihat perbedaannya. Di kanan-kiri jalan desa itu banyak beduk bertumpuk-tumpuk.
Ada beduk yang sudah jadi, banyak pula yang masih setengah jadi. “Usaha kerajinan beduk dimulai dari orang tua kami. Jadi turun-temurun. Saat ini saya hanya meneruskan,” tutur M Yusuf (32), pengelola usaha kerajinan beduk Nurul Ikhsan Khaerudin. Dia menuturkan hingga saat ini beduk buatannya sudah tersebar ke berbagai wilayah. Bahkan sudah sampai ke Sumatera. “Selain dari wilayah sekitar Banyumas, pesanan juga datang dari beberapa daerah di Sumatera, seperti Palembang dan Kepulauan Riau,” ujar dia. Bahan Baku Membuat beduk, tutur dia, gampang-gampang susah. Sebab jika tak hati-hati, beduk bisa saja tak berbunyi ketika ditabuh. Menurut penuturan pria yang sudah bertahun-tahun membuat beduk itu, salah satu kunci agar beduk bisa berbunyi nyaring adalah pada bahan baku, antara lain kulit. “Proses pengeringan kulit yang salah sangat memengaruhi bunyi yang dihasilkan beduk.
Jadi saat pengeringan, kulit harus benarbenar ditarik sampai kencang,” ujarnya. Kayu yang dipakai juga harus yang berkualitas baik. Lebih baik lagi bila kayu itu merupakan kayu gelondongan atau kayu utuh yang dilubangi di bagian tengah. Namun saat ini, ujar dia, sudah amat sulit mencari bahan seperti ut. Apalagi jika hendak membuat beduk berdiameter besar. Kini, dia lebih memilih menggunakan potongan kayu yang disusun berjejer hingga membentuk badan beduk serupa tabung. Agar lebih rapi dan suara tetap nyaring, dia mendepul sela-sela kayu itu, baru memasang kulit. Marno (40), seorang perajin, menuturkan proses tersebut biasanya memakan waktu sampai satu bulan. “Kalau hanya membuat satu sebenarnya tak sampai sebulan.
Di sini sampai sebulan karena juga disambi nggarap yang lain. Namun itu juga tergantung pada diameternya juga,” katanya. Dia pernah membuat berbagai ukuran beduk. Ukuran paling besar yang pernah aia buat berdiameter 1,5 meter. Itu hampir sama dengan tinggi badannya. Kini, beduk Keniten yang berharga dari ratusan ribu sampai puluhan juta rupiah itu sudah menjaga nadi perekonomian warga desa. (Gayhul Dhika Wicaksana-51)
#suaramerdeka
Ada beduk yang sudah jadi, banyak pula yang masih setengah jadi. “Usaha kerajinan beduk dimulai dari orang tua kami. Jadi turun-temurun. Saat ini saya hanya meneruskan,” tutur M Yusuf (32), pengelola usaha kerajinan beduk Nurul Ikhsan Khaerudin. Dia menuturkan hingga saat ini beduk buatannya sudah tersebar ke berbagai wilayah. Bahkan sudah sampai ke Sumatera. “Selain dari wilayah sekitar Banyumas, pesanan juga datang dari beberapa daerah di Sumatera, seperti Palembang dan Kepulauan Riau,” ujar dia. Bahan Baku Membuat beduk, tutur dia, gampang-gampang susah. Sebab jika tak hati-hati, beduk bisa saja tak berbunyi ketika ditabuh. Menurut penuturan pria yang sudah bertahun-tahun membuat beduk itu, salah satu kunci agar beduk bisa berbunyi nyaring adalah pada bahan baku, antara lain kulit. “Proses pengeringan kulit yang salah sangat memengaruhi bunyi yang dihasilkan beduk.
Jadi saat pengeringan, kulit harus benarbenar ditarik sampai kencang,” ujarnya. Kayu yang dipakai juga harus yang berkualitas baik. Lebih baik lagi bila kayu itu merupakan kayu gelondongan atau kayu utuh yang dilubangi di bagian tengah. Namun saat ini, ujar dia, sudah amat sulit mencari bahan seperti ut. Apalagi jika hendak membuat beduk berdiameter besar. Kini, dia lebih memilih menggunakan potongan kayu yang disusun berjejer hingga membentuk badan beduk serupa tabung. Agar lebih rapi dan suara tetap nyaring, dia mendepul sela-sela kayu itu, baru memasang kulit. Marno (40), seorang perajin, menuturkan proses tersebut biasanya memakan waktu sampai satu bulan. “Kalau hanya membuat satu sebenarnya tak sampai sebulan.
Di sini sampai sebulan karena juga disambi nggarap yang lain. Namun itu juga tergantung pada diameternya juga,” katanya. Dia pernah membuat berbagai ukuran beduk. Ukuran paling besar yang pernah aia buat berdiameter 1,5 meter. Itu hampir sama dengan tinggi badannya. Kini, beduk Keniten yang berharga dari ratusan ribu sampai puluhan juta rupiah itu sudah menjaga nadi perekonomian warga desa. (Gayhul Dhika Wicaksana-51)
#suaramerdeka
Similar topics
» Sandal Dan Sepatu Keniten Menantang Merk Terkenal
» Ribuan Siswa Purwokerto Ikuti Gerakan Indonesia Bergema Pancasila
» Santri Ponpes Al Falah, Spesialisasi Pembuat Beduk Ukuran Raksasa
» Ribuan Siswa Purwokerto Ikuti Gerakan Indonesia Bergema Pancasila
» Santri Ponpes Al Falah, Spesialisasi Pembuat Beduk Ukuran Raksasa
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik
|
|