Berawal dari Kelapa Aking
Halaman 1 dari 1
Berawal dari Kelapa Aking
* Jejak Trah Kolopaking
NAMA Kolopaking bagi sebagian besar orang tidaklah asing. Apalagi jika dihubungkan dengan artis tenar Novia Kolopaking, istri budayawan Emha Ainun Najib (Cak Nun).
Bagi warga Banjarnegara, Kolopaking demikian lekat karena salah satu keturunanya pernah memimpin kabupaten itu selama tiga zaman. Yakni semenjak zaman kolonial Belanda, penjajahan Jepang, dan Republik Indonesia.
Sejarawan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Dr Sugeng Priyadi MHum mengungkapkan Kolopaking berasal dari kata ”Kalapa Aking” atau kelapa kering.
Diceritakan saat itu Amangkurat I saat lari dari keraton lantas bertemu dengan Ngabehi Kerta Wangsa I di daerah Kebumen.
Dalam keadaan lapar dan haus serta mungkin keracunan, Amangkurat I meminta kelapa muda. Namun yang ada kelapa tua atau kering.
Meski demikian, air kelapa kering itu dirasakannya sangat segar, kemudian diberi nama Ngabehi Kerta Wangsa I dengan Kelapa Aking yang kemudian dalam perkembangannya diucapkan Kolopaking.
Trah Kolopaking dikatakan bermula dari Kerta Wangsa I itu, yang kemudian, keturunan ketujuhnya, yakni Soemitro Kolopaking menjadi bupati di Banjarnegara.
Buyutnya Somitro Kolopaking adalah Kolopaking III atau Kerta Wangsa IV ( karena Kerta Wangsa III tidak menggunakan nama Kolopaking), membantu perang Diponegoro.
Akibatnya, Pemerintah Kolonial Belanda menjatuhkan hukuman tak boleh ada yang menggunakan nama Kolopaking. Bahkan tidak boleh menulis babadnya, sehingga sangat sedikit materi tulisan tentang itu. Bila ada, sumbernya dari daerah Yogyakarta. ”Soemitro lahir di Desa Papringan Kecamatan Banyumas, tidak di Banjarnegara. Namun dalam otobiografinya, tidak dibahas istri maupun anak-anaknya,” katanya.
Disinggung mengenai hubungannya dengan Novia Kolopaking, disebutkan, bahwa istri Cak Nun itu merupakan anak dari Suprapto Kolopaking, salah satu putra Soemitro Kolopaking.
Kontribusi
Sementara itu, meski secara organisatoris tidak ada paguyuban Trah Kolopaking di eks Karesidenan Banyumas, tidak berarti kontribusi mereka nihil.
Setidaknya, hal itu seperti dipastikan oleh Kabag Tata Usaha (TU) RSUD Banjarnegara, Tien Sumarwati. “Setidaknya, kiprah nyata mereka terlihat pada tiga sektor. Pendidikan, pariwisata dan kesehatan. Minimalnya itu yang saya tahu dan lihat langsung,” kata perempuan yang sebelumnya bertugas di Bidang Promosi, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banjarnegara.
Sosok sentral trah Kolopaking kini, menurut Tien, salah satunya adalah Yuwono Kolopaking. Dia mencontohkan kiprahnya dalam Paguyuban Serulingmas dan merealisasikan Taman Rekreasi dan Marga Satwa (TRMS) Serulingmas.
Kontribusi lain adalah pembangunan RSUD Banjarnegara. Bahkan, kata Tien, beberapa kamar di paviliun merupakan sumbangan dari trah Kolopaking. Tien menyebut, kiprah Trah Kolopaking tidak hanya di Banjarnegara.
Saat Suara Merdeka berusaha menghubungi Yuwono Kolopaking, sedang berada di Clark City Philipina.
Syamsudin, mantan Sekda Banjarnegara mengenal Soemitro Kolopaking sebagai sosok yang merakyat. Beliau kerap jalan-jalan menemui warganya di desa-desa, sehingga ada beberapa petilasan, seperti di Bandingan Kecamatan Rakit.
Keutamaan sikapnya yang merakyat itu, menurutnya patut dijadikan teladan.
Sementara itu, Drs Adi Sarwono, dalam buku ”Banjarnegara Sejarah dan Babad, Objek Wisata dan Seni Budaya”, juga tak banyak membicarakan Soemitro Kolopaking maupun trah Kolopaking secara detil.
Sementara itu, upaya untuk tetap menghidupkan semangat perjuangan Kolopaking kini dilakukan dengan mengabadikan namanya sebagai nama stadion baru Banjarnegara. Stadion yang dibangun secara bertahap sejak 2003 hingga 2009, resmi diberi nama Gelanggang Olah Raga Soemitro Kolopaking pada 2010.
Wakil Bupati (Wabup) Soehardjo mengatakan, pemberian nama Soemitro Kolopaking itu untuk mengenang perjuangan mantan bupati yang telah banyak mengorbankan tenaga dan pikirannya untuk Banjarnegara. (71)
l M Syarif SW & Rujito (suara merdeka)
NAMA Kolopaking bagi sebagian besar orang tidaklah asing. Apalagi jika dihubungkan dengan artis tenar Novia Kolopaking, istri budayawan Emha Ainun Najib (Cak Nun).
Bagi warga Banjarnegara, Kolopaking demikian lekat karena salah satu keturunanya pernah memimpin kabupaten itu selama tiga zaman. Yakni semenjak zaman kolonial Belanda, penjajahan Jepang, dan Republik Indonesia.
Sejarawan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Dr Sugeng Priyadi MHum mengungkapkan Kolopaking berasal dari kata ”Kalapa Aking” atau kelapa kering.
Diceritakan saat itu Amangkurat I saat lari dari keraton lantas bertemu dengan Ngabehi Kerta Wangsa I di daerah Kebumen.
Dalam keadaan lapar dan haus serta mungkin keracunan, Amangkurat I meminta kelapa muda. Namun yang ada kelapa tua atau kering.
Meski demikian, air kelapa kering itu dirasakannya sangat segar, kemudian diberi nama Ngabehi Kerta Wangsa I dengan Kelapa Aking yang kemudian dalam perkembangannya diucapkan Kolopaking.
Trah Kolopaking dikatakan bermula dari Kerta Wangsa I itu, yang kemudian, keturunan ketujuhnya, yakni Soemitro Kolopaking menjadi bupati di Banjarnegara.
Buyutnya Somitro Kolopaking adalah Kolopaking III atau Kerta Wangsa IV ( karena Kerta Wangsa III tidak menggunakan nama Kolopaking), membantu perang Diponegoro.
Akibatnya, Pemerintah Kolonial Belanda menjatuhkan hukuman tak boleh ada yang menggunakan nama Kolopaking. Bahkan tidak boleh menulis babadnya, sehingga sangat sedikit materi tulisan tentang itu. Bila ada, sumbernya dari daerah Yogyakarta. ”Soemitro lahir di Desa Papringan Kecamatan Banyumas, tidak di Banjarnegara. Namun dalam otobiografinya, tidak dibahas istri maupun anak-anaknya,” katanya.
Disinggung mengenai hubungannya dengan Novia Kolopaking, disebutkan, bahwa istri Cak Nun itu merupakan anak dari Suprapto Kolopaking, salah satu putra Soemitro Kolopaking.
Kontribusi
Sementara itu, meski secara organisatoris tidak ada paguyuban Trah Kolopaking di eks Karesidenan Banyumas, tidak berarti kontribusi mereka nihil.
Setidaknya, hal itu seperti dipastikan oleh Kabag Tata Usaha (TU) RSUD Banjarnegara, Tien Sumarwati. “Setidaknya, kiprah nyata mereka terlihat pada tiga sektor. Pendidikan, pariwisata dan kesehatan. Minimalnya itu yang saya tahu dan lihat langsung,” kata perempuan yang sebelumnya bertugas di Bidang Promosi, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banjarnegara.
Sosok sentral trah Kolopaking kini, menurut Tien, salah satunya adalah Yuwono Kolopaking. Dia mencontohkan kiprahnya dalam Paguyuban Serulingmas dan merealisasikan Taman Rekreasi dan Marga Satwa (TRMS) Serulingmas.
Kontribusi lain adalah pembangunan RSUD Banjarnegara. Bahkan, kata Tien, beberapa kamar di paviliun merupakan sumbangan dari trah Kolopaking. Tien menyebut, kiprah Trah Kolopaking tidak hanya di Banjarnegara.
Saat Suara Merdeka berusaha menghubungi Yuwono Kolopaking, sedang berada di Clark City Philipina.
Syamsudin, mantan Sekda Banjarnegara mengenal Soemitro Kolopaking sebagai sosok yang merakyat. Beliau kerap jalan-jalan menemui warganya di desa-desa, sehingga ada beberapa petilasan, seperti di Bandingan Kecamatan Rakit.
Keutamaan sikapnya yang merakyat itu, menurutnya patut dijadikan teladan.
Sementara itu, Drs Adi Sarwono, dalam buku ”Banjarnegara Sejarah dan Babad, Objek Wisata dan Seni Budaya”, juga tak banyak membicarakan Soemitro Kolopaking maupun trah Kolopaking secara detil.
Sementara itu, upaya untuk tetap menghidupkan semangat perjuangan Kolopaking kini dilakukan dengan mengabadikan namanya sebagai nama stadion baru Banjarnegara. Stadion yang dibangun secara bertahap sejak 2003 hingga 2009, resmi diberi nama Gelanggang Olah Raga Soemitro Kolopaking pada 2010.
Wakil Bupati (Wabup) Soehardjo mengatakan, pemberian nama Soemitro Kolopaking itu untuk mengenang perjuangan mantan bupati yang telah banyak mengorbankan tenaga dan pikirannya untuk Banjarnegara. (71)
l M Syarif SW & Rujito (suara merdeka)
Similar topics
» Penderes Nira Meninggal Terjatuh dari Pohon Kelapa
» Lansia Berjualan Nasi Aking Demi Bertahan Hidup
» Kemarau, Hasil Gula Kelapa Turun 50 Persen
» Jahe Gula Kelapa Banyumas Sampai ke Bali dan Aceh
» Pedagang Gula Kelapa Mengeluh, Nira Dijadikan Bahan Baku Ciu
» Lansia Berjualan Nasi Aking Demi Bertahan Hidup
» Kemarau, Hasil Gula Kelapa Turun 50 Persen
» Jahe Gula Kelapa Banyumas Sampai ke Bali dan Aceh
» Pedagang Gula Kelapa Mengeluh, Nira Dijadikan Bahan Baku Ciu
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik
|
|